Naluri perempuan
"Gimana kabar suami mu, maksud saya dengan Wati .... ?" Ucap Syahri berat.
"Alhamdulillaah sepertinya sudah tidak ada kontak lagi" jawab Sofi mantap.
Sejenak Syahri terdiam dan menatap Sofi dengan perasaan sayang. Sementara Sofi merasa salah tingkah melihat tatapan Syahri.
"Hmmm ... tidak pesan kopi?" Membuyarkan pandangan Syahri.
"Lagi ingin menemani kamu minum jus .... " Jawab Syahri singkat.
"Apa gerangan bapak mengajak saya ngobrol? apa hanya ingin menanyakan suami saya?" Pertanyaan terkesan basa basi.
"Ga begitu juga, saya hanya mendapatkan kabar yang sebaliknya .... " Syahri pun memulai tujuan pembicaraannya.
"Kabar apa pak ... ?" ujar Sofi penasaran.
"Ya ... keponakan ku kemarin kerumah memberi kabar kalau Wati masih sering call suami ibu .... " Syahri menghentikan pembicaraannya sejenak karena suara Hand Phone nya berbunyi.
"Tapi coba tanyakan kembali pada suami ibu, minta penjelasannya agar pasti." ucap Syahri serasa ingin memegang tangan Sofi, meyakinkannya bahwa dia pasti melindunginya.
Sofi hanya tertunduk, serasa tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Insya Allah, akan saya tanyakan ... terima kasih untuk informasinya .... " jawab Sofi sambil melihat gawai ditangannya.
"Maaf pak Syahri sepertinya saya harus pulang, anak-anak sudah menunggu dirumah" kata Sofi, walau sebetulnya ia ingin berlama-lama dengan Syahri.
"Saya antar bu .... " Sambil tersenyum Syahri menawarkan tumpangan.
"Aduuuh, kenapa harus senyum...menggoda hatiku aja." Bisik Sofi
"Tidak usah pak. Terima kasih ... saya sudah biasa naik delman, toh turunnya langsung depan rumah kan .... " jawab Sofi buru-buru pergi meninggalkan Syahri.
Belum sempat menjawab, Sofi sudah berlalu dari pandangannya. Ingin sekali Syahri memaksa Sofi supaya mau diantar, tapi dia coba untuk menahan.
Sesampainya dirumah Sofi melaksanakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, hari ke hari Sofi coba mencari waktu yang tepat untuk bisa menanyakan perihal kabar dari Syahri. Tapi tak ia temukan.
Winarko memang agak sibuk dengan pekerjaan barunya disebuah perusahaan Textil di kota, lumayan jauh dari rumahnya. Pekerjaan dulu ia tinggalkan salah satunya untuk menghindari Eko kakaknya Wati.
Siang itu, lamunan Sofi terganggu dengan suara gawai di tangannya.
"Ibu, saya ingin bertemu dengan ibu? Kapan ibu ada waktu?" Tiba-tiba chat Wati mendarat di WhatsApp Sofi.
"Sekarang saya ada dirumah" Chat Sofi balik. Seribu tanya dalam hati, penasaran.
Tanpa pikir panjang Wati meluncur kerumah Sofi. Hingga tak membutuhkan waktu yang lama untuk Wati berada di depan rumah Sofi.
"Apa kabar?" Sofi menyapa sambil mempersilahkan duduk.
"Baik bu, ibu apa kabar" Wati balik bertanya.
"Alhamdulillah baik, bagaimana beritanya, kapan niih ada undangan, hmmmm perempuan secantik dirimu pasti banyak yang mau meminang, jangan banyak memilih, pilih yang sayang dan tanggungjawab yang se iman dengan kita." Jawab Sofi agak lebar tanpa menghela napas.
Jawaban yang bertubi-tubi itu begitu saja meluncur dari mulut Sofi, tiada lain untuk menutupi emosi yang bergejolak dihatinya, Sofi berusaha untuk Profesional.
Sofi tak pandai mengungkapkan emosinya, apalagi Wati sudah ia anggap adiknya sendiri. Sofi bingung dengan perasaannya sendiri.
"ya bu..." jawab Wati singkat, terdiam sejenak.
Lama memang mereka tidak saling bertemu sejak kejadian 1 tahun yang lalu. Sebetulnya tujuan Wati menemui Sofi adalah untuk urusan sekolah. Wati mulai bertugas sebagai operator disekolah Sofi.
"Saya belum berfikir untuk menikah bu? kata Wati setelah terdiam.
"kenapa? Usiamu sudah lebih dari cukup untuk menikah" jawab Sofi.
"Saya takut untuk mencintai dan tidak bisa mencintai orang lain" Kata Wati sambil tertunduk.
Sofi tertegun, menghela nafas berat dan berkata: "Apa kamu menunggu suami saya?".
(Kira-kira apa jawaban Wati? Tetap ikuti ya ....)
Posting Komentar
Mohon berikan komentar yang dengan menggunakan bahasa yang sopan dan sesuai dengan topik yang dibahas.